Dinasti Fatimiyah bukan yang Pertama Merayakan Maulid
Siapa yang tidak mengenal dengan Nabi Muhammad SAW? Bukan hanya orang-orang Islam saja, orang-orang Barat juga mengenal beliau. Dengan lahirnya beliau, api Majusi padam seketika, bukan hanya itu banyak peristiwa-peristiwa besar yang terjadi ketika beliau lahir ke dunia ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh al-Imam al-Bushiri di dalam kasidah Burdah-nya:
وَالنّارُ خَامِدَةُ الْأَنْفَاسِ مِنْ أَسَفٍ ֎ عَلَيْهِ وَالنَّهْرُ سَاهِيْ العَيْنَ مِنْ سَدَمِ
“Api sesembahan orang-orang Persia padam karena duka yang mencekam. Sungai Eufrat tak mengalir, karena kesedihan yang amat dalam.”
Pada tanggal 12 Rabiul Awal Nabi dilahirkan. Tepat pada malam Senin beliau datang pada alam ini menjadi cahaya yang terang benderang. Dengan lahirnya beliau bulan Rabiul Awal menjadi mulya. Pada bulan inilah umat Islam, terutama Ahlusunah, banyak merayakan kelahiran Nabi Muhammad. Akan tetapi, tak sedikit juga yang menentang ajaran ini. Banyak yang mengatakan bahwa merayakan kelahiran Nabi adalah bidah yang sesat dan haram hukumya karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi.
Sebenarnya, apakah kita diperbolehkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad? Agar kita mengetahui akan hukumnya, beserta hukum yang berkaitan dengan kelahiran Nabi Muhammad, kami sajikan untuk Anda kitab yang menjelaskannya secara gamblang. Kitab itu berjudul Haulal-Ihtifâl bi-Dzikrâ Maulidin-Nabî asy-Syarîf.
Kitab yang dikarang oleh Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki ini memiliki tebal berkisar 70 halaman saja. Kitab ini bisa dijadikan sebagai pegangan untuk menambah wawasan kita mengenahi maulid Nabi dan hal yang berkaitan dengan maulid Nabi. Dalam kitab ini dijelaskan bahwa orang pertama yang merayakan maulid Nabi bukanlah Dinasti Fatimiyah atau dinasti-dinasti lainnya, melainkan Nabi Muhammad sendiri yang pertama merayakannya. Beliau merayakannya dengan cara berpuasa di hari Senin, hari beliau dilahirkan.
Bukan hanya hal itu, kitab ini banyak menampilkan pendapat-pendapat ulama yang berkomentar tentang maulid Nabi ini. Salah satunya adalah al-Imam as-Suyuthi, beliau berpendapat bahwa:
“Merayakan maulid Nabi itu hukumnya bid’ah, akan tetapi bid’ah yang hasanah bukan yang dhalalah, karena didalamnya terdapat unsur-unsur yang mengandung rasa ta’dizm kepada Nabi Muhammad.”
Dan pada bagian penutup, Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki menampilkan dua judul besar. Pertama, mengenahi kitab-kitab salaf yang bisa dibuat rujukan dalam membahas maulid Nabi Muhammad. Kedua, mengenahi cara membantah pendapat-pendapat batil yang berkaitan dengan maulid Nabi. Semoga dengan membaca kitab ini, kita bisa berfikir lebih dalam bahwa, betapa butuhnya kita kepada syafaat Nabi Muhammad. Dan salah satu cara agar kita mendapatkan syafaat beliau adalah dengan merayakan kelahirannya.
Deni Arisandi | Annajahsidogiri.id